Banda Aceh, Acntimes.id | Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Aceh, Azwar A. Gani, mengecam keras keputusan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang menyerahkan empat pulau sebelumnya berada dalam wilayah administratif Aceh Singkil ke Provinsi Sumatera Utara.
Azwar menyebut keputusan tersebut tidak hanya mencederai aspek yuridis dan sejarah, tetapi juga melukai harga diri rakyat Aceh.
“Jangan ukur harga diri Aceh dengan peta administratif. Tanah bagi orang Aceh itu bukan sekadar wilayah, tapi kehormatan. Empat pulau itu bukan batu karang yang bisa dipindahkan begitu saja,” ujar Azwar, Jumat (13/06/2025) di Banda Aceh.
Empat pulau yang dimaksud yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil. Berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tertanggal 25 April 2025, keempat pulau tersebut kini secara resmi dimasukkan ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, dengan dalih kedekatan geografis ke Kabupaten Tapanuli Tengah.
Namun, menurut Azwar, pendekatan geografis tidak dapat menghapus fakta historis dan identitas kultural rakyat Aceh atas wilayah tersebut.
“Dulu orang Aceh pernah berperang hingga ke Medan demi mempertahankan tanah ini. Itu bukan perang ekspansi, melainkan jihad menjaga marwah Aceh. Sekarang, ketika pemerintah pusat dengan mudah menyerahkan pulau-pulau itu ke provinsi lain, itu sama saja dengan menginjak-injak pengorbanan para syuhada,” tegasnya.
Azwar juga menilai keputusan Kemendagri ini bertentangan dengan semangat perdamaian yang telah dijaga sejak ditandatanganinya MoU Helsinki tahun 2005. Ia mengingatkan bahwa kebijakan sepihak tanpa melibatkan rakyat Aceh berpotensi membangkitkan trauma dan luka lama yang belum sepenuhnya pulih.
“Kami sedang menjaga perdamaian. Tapi jika pusat terus mengabaikan aspirasi rakyat, jangan salahkan jika luka lama dibuka kembali. Kami di GP Ansor Aceh tidak ingin hal itu terjadi,” katanya.
Ia mendesak Pemerintah Aceh untuk segera menyatakan sikap resmi dan menuntut pencabutan keputusan tersebut. Menurutnya, pemerintah daerah tidak boleh bersikap pasif dalam menghadapi persoalan yang menyentuh kedaulatan wilayah dan martabat rakyat.
“Ini bukan soal politik, ini menyangkut kedaulatan administratif yang dijamin dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Pemerintah Aceh harus tegas, jangan biarkan pusat semena-mena membagi-bagi tanah Aceh,” ucap Azwar.
Dalam konteks perlindungan wilayah, ia juga menyarankan agar mantan kombatan yang hingga kini belum memperoleh hak atas lahan, sebagaimana dijanjikan dalam perjanjian damai, diberdayakan untuk menjaga dan mengelola keempat pulau tersebut.
“Kirim para mantan kombatan ke sana. Bantu mereka bertahan hidup dan mengelola tanah itu dengan bermartabat. Jangan biarkan pulau-pulau itu kosong dan dirampas tanpa perlawanan,” imbuhnya.
Di akhir pernyataannya, Azwar menegaskan bahwa rakyat Aceh tetap setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, ia meminta agar sejarah dan kehormatan Aceh tidak dihapus oleh kebijakan yang tidak adil.
“Kami tetap NKRI harga mati. Tapi jangan lukai kami dengan keputusan yang mengabaikan sejarah. Jangan cabut Aceh dari peta, kami hanya menuntut keadilan dan penghormatan terhadap warisan bangsa ini,” pungkasnya. (red)
Simak berita dan artikel lainnya melalui saluran kami di Channel WhatsApp
Tinggalkan Balasan