Oleh : Aji Lingga, S.H., CGAP
Jakarta, AcnTimes.id | Praktisi hukum Aji Lingga menilai pengangkatan Letjen (Purn) Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai merupakan langkah yang tepat, sah, dan memang layak dari sisi pandangan hukum. Sosok jenderal dengan latar belakang intelijen militer sangat sesuai untuk menangani kompleksitas kewenangan Bea Cukai yang selama ini tidak hanya berkutat pada urusan fiskal, tetapi juga bertumpu pada tugas-tugas penegakan hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, DJBC disebut sebagai pelaksana tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan yang bukan sekadar memungut bea dan cukai, tetapi juga menjalankan pengawasan, penyidikan, audit, bahkan penjatuhan sanksi administratif. Fungsi-fungsi ini menempatkan Bea Cukai pada posisi yang sangat strategis dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan supremasi hukum di jalur perdagangan internasional.
Jika kita mengkaji lebih dalam, kewenangan Bea Cukai meliputi pemungutan bea masuk dan cukai, pemeriksaan barang, pemberian izin NPPBKC, audit kepabeanan dan cukai, hingga penegakan hukum terhadap pelanggaran pidana dan administratif. Bahkan, dalam Pasal-Pasal sanksi di kedua UU tersebut, DJBC memiliki wewenang eksklusif melakukan penyidikan tindak pidana cukai dan kepabeanan. Artinya, lembaga ini memiliki watak ganda: sebagai institusi fiskal dan sebagai institusi penegak hukum. Inilah mengapa diperlukan sosok yang memiliki kemampuan membaca medan secara strategis dan memahami taktik-taktik pelanggaran di lapangan yang tidak kasatmata oleh pendekatan birokratis semata. Dengan kewenangan tersebut, kita bisa melihat bahwa Bea Cukai tidak hanya bicara soal ekonomi, tetapi juga berbicara soal penegakan hukum, pemberian sanksi administratif dan denda. Namun untuk sampai ke tahap itu, diperlukan penelitian dan intelijen awal yang mampu merangkai pelanggaran dari awal: apakah ada unsur pidana, atau cukup berhenti pada pelanggaran administratif.
Contoh paling nyata adalah ketika kita membicarakan soal cukai. Berapa banyak pabrik rokok, MMEA, vape, dan jenis serupa yang patuh terhadap peraturan? Berapa banyak yang tidak? Bagaimana validitas pita cukai, distribusi ilegal, atau penjualan tanpa izin? Sedangkan dari sisi kepabeanan, Bea Cukai hadir untuk memastikan bahwa seluruh barang yang masuk dan keluar dari Indonesia tidak hanya memenuhi kewajiban fiskal, tetapi juga syarat dan prasyarat teknis dari kementerian terkait. DJBC pada hakikatnya hanyalah pelaksana dari semua regulasi sektoral tersebut, karena izin edar, keamanan produk, dan sertifikasi berasal dari kementerian teknis seperti Perdagangan, Kesehatan, ESDM, dan lainnya. Dari sisi impor, Bea Cukai hanya memastikan semua dokumen dan pungutan negara dipenuhi. Dari sisi ekspor, DJBC menjamin bahwa seluruh barang yang meninggalkan Indonesia telah memenuhi semua ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, dari sisi hukum, peran DJBC lebih kepada memastikan bahwa tidak ada pelanggaran atas norma yang telah dibuat kementerian lain, dan karena itu mereka tidak boleh kalah secara kewenangan maupun pelaksanaan tugas di lapangan.
Kenyataannya, kewenangan Bea Cukai dalam penegakan miras dan barang-barang pengawasan lainnya justru kerap terlihat pasif. Bahkan, peran mereka seperti diambil alih oleh instansi lain seperti Pemda atau Kepolisian. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa institusi ini mulai kehilangan wibawa hukum di mata publik. Padahal, secara regulatif, merekalah pemegang tunggal penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai. Masuknya Letjen Djaka harus dibaca sebagai langkah penguatan dari Presiden, yang memang berlatar belakang Kopassus dan memahami pentingnya sistem intelijen dalam memetakan ancaman di luar radar formal. Bahkan Presiden pernah menyatakan bahwa beliau menaruh orang kepercayaan di DJBC, untuk memperkuat intelijen, memperkuat daya lawan terhadap mafia, dan memberantas aktor-aktor yang membekingi aktivitas ilegal yang tidak tunduk pada negara. Karena selama ini, dalam banyak kasus, DJBC hanya mampu menangkap supir dan kernet. Aktor intelektual yang menjadi otak dari penyelundupan dan peredaran barang ilegal terus saja lolos.
Kita melihat sendiri bahwa hampir semua pemberitaan tentang penindakan Bea Cukai selalu diawali oleh laporan masyarakat, bukan hasil dari intelijen mandiri. Mereka sering memamerkan hasil razia jutaan batang rokok, ribuan botol miras, hingga barang-barang elektronik ilegal. Tapi tidak pernah sampai kepada siapa penyandang dana, siapa pemilik distribusi, siapa yang membekingi. Bahkan saat dibentuk satgas, kinerja DJBC seringkali hanya besar di media tetapi melempem di lapangan. Ini harus menjadi sorotan serius. Patut dipertanyakan, apakah ada pengaruh dari dalam internal DJBC sendiri yang justru melemahkan fungsi penegakan hukum?
Itulah mengapa saya yakin, penempatan Letjen Djaka bukan sekadar strategi politik, tapi langkah konstitusional untuk memperkuat posisi Bea Cukai sebagai institusi yang memiliki peran vital dalam mempertahankan kedaulatan negara di sektor fiskal dan hukum. Karena Bea Cukai adalah garda depan yang menjaga batas negara – di udara, laut, dan darat – dan kini mereka dilengkapi dengan sarana dan prasarana semi-militer: kapal patroli, senjata, radar, dan sistem digital. Maka sangat wajar bila Presiden menugaskan figur militer yang memahami struktur komando, mampu memetakan jaringan, dan tidak ragu menindak tegas. Inilah saatnya DJBC tidak hanya bekerja sebagai juru pungut, tapi benar-benar bertransformasi sebagai penegak hukum kelas nasional yang profesional dan ditakuti.(red)
Simak berita dan artikel lainnya melalui saluran kami di Channel WhatsApp
Tinggalkan Balasan