Penetapan ini juga mengaburkan integritas data dan legitimasi batas wilayah yang selama ini dijaga berdasarkan semangat damai antara RI dan Aceh pasca-MoU Helsinki. Artinya, Kepmendagri ini bukan hanya soal empat pulau kecil, melainkan soal pelanggaran terhadap komitmen nasional terhadap Aceh, termasuk pelanggaran terhadap penghormatan atas status Aceh sebagai daerah yang memiliki keistimewaan dan kekhususan dalam kerangka NKRI. Dalam sistem hukum yang menjunjung asas lex superior derogat legi inferiori, jelas bahwa Undang-Undang harus mengesampingkan keputusan administratif yang lebih rendah derajatnya. Maka, satu-satunya cara untuk mengoreksi pelanggaran ini adalah dengan menggunakan jalur hukum terbuka melalui PTUN, dan mendorong evaluasi kelembagaan atas proses penetapan wilayah oleh Kemendagri.
Maka sebagai praktisi hukum, saya menyatakan bahwa keputusan Menteri Dalam Negeri ini tidak hanya lemah secara hukum, tetapi berbahaya secara konstitusional. Tidak ada cara lain yang lebih bermartabat bagi Pemerintah Aceh selain menggugatnya dan menolak tunduk pada keputusan yang mengabaikan hak legal Aceh. Kepmendagri ini harus dibatalkan demi keadilan, supremasi hukum, dan demi menjaga martabat politik Aceh sebagai wilayah yang diakui kekhususannya oleh negara.
Simak berita dan artikel lainnya melalui saluran kami di Channel WhatsApp
Tinggalkan Balasan