“Kami tidak hanya bicara idealisme, tapi bicara pelaksanaan nyata UUPA. Kalau Aceh benar-benar ingin berdaulat di bidang ekonomi maritim, maka pelabuhan harus dikelola sendiri, bukan oleh kementerian. Kami ingin Gubernur Mualem dan DPRA menjadi pelopor perubahan itu,” tambahnya.

Sponsor: ACNTimes
Iklan

LBH Kantara menilai, pembentukan Badan Pengelolaan Pelabuhan Aceh akan membawa dampak strategis terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan PAD, serta memperkuat posisi Aceh sebagai simpul perdagangan maritim di kawasan barat Indonesia.

“Inilah waktu yang tepat bagi Pemerintah Aceh untuk mempertegas hak istimewa yang dijamin konstitusi dan MoU Helsinki. Jika pusat tidak segera menyerahkan kewenangan itu, maka Aceh harus berani menegaskan kemandiriannya,” pungkas Ajie Lingga yang juga dikenal sebagai advokat pirang.

Langkah LBH Kantara ini juga dikaitkan dengan gugatan hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Kuala Simpang terhadap Presiden Republik Indonesia dan Menteri Perhubungan, yang menyoal pengambilalihan kewenangan pengelolaan pelabuhan Aceh oleh pemerintah pusat.

“Kepada seluruh masyarakat Aceh, selain surat permintaan resmi Gubernur dan Ketua DPRA yang kami layangkan. Kami sebagai masyarakat juga sedang memperjuangkan hak keistimewaan aceh dalam upaya hukum yaitu gugatan terhadap Presiden dan Mentri Perhubungan terkait tatakelola pelabuhan di Aceh di Pengadilan Negeri Kualasimpang dengan nomor perkara 6/Pdt.G/2025/PN Ksp,” tutup Ajie Lingga.

Sponsor: ACNTimes
Iklan

Publik Aceh pun mulai menyoroti isu ini sebagai momentum untuk mengembalikan marwah otonomi Aceh yang selama ini dinilai belum sepenuhnya dijalankan sesuai amanah MoU Helsinki dan UUPA.

Simak berita dan artikel lainnya melalui saluran kami di Channel WhatsApp